Pengertian / Definisi Koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang-orang atau badan hukum dengan melaksanakan kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi sehingga sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan asas kekeluargaan.
A. Sejarah Gerakan Koperasi
Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771-1858), yang
menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark,
Skotlandia. Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King
(1786-1865) dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 mei
1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator yang
berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan
prinsip koperasi.
1. Gerakan Koperasi di Indonesia
Koperasi dikenalkan di Indonesia oleh R.Aria Wiriatmadja di
Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Pada tanggal 12 juli 1947, pergerakan
koperasi di Indonesia mengadakan konggres koperasi yang pertama di Tasikmalaya.
Tanggal dilaksanakannya konggres ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi
Indonesia.
1. Tujuan Koperasi
Koperasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
anggotanya. Hal ini diperoleh dengan adanya pembagian Sisa Hasil Usaha(SHU)
kepada para anggotanya. Tujuan koperasi ini membedakan koperasi dengan badan
usaha lainnya. Secara umum badan usaha lainnya bertujuan untuk memperoleh
keuntungan sebesar- besarnya.
2. Manfaat Koperasi
Berikut ini beberapa manfaat koperasi:
a. Memenuhi kebutuhan anggotanya dengan harga yang relatif
murah.
b. Memberikan kemudahan bagi anggotanya untuk memperoleh
modal usaha.
c. Memberikan keuntungan bagi anggotanya melalui Sisa Hasil
Usaha (SHU).
d. Mengembangkan usaha anggota koperasi.
e. Meniadakan praktik rentenir.
3. Prinsip Koperasi
Menurut UU No 25 tahun 1992 Pasal 5 disebutkan prinsip
koperasi yaitu:
a. Keanggotaan bersifat suka rela dan terbuka.
b. Pengelolaan dilakukan secara Demokratis.
c. Pembagian SHU
dilakukan secara adil dan sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masung
anggota(andil anggota tersebut dalam koperasi).
d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.
e. Kemandirian.
f. Pendidikan perkoperasian.
g. Kerjasama antar koperasi.
Dasar:
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor
02/Per/M.KUKM/IV/2012 tanggal 17 April 2012 tentang Penggunaan Lambang Koperasi
Indonesia;
Surat Keputusan Dekopin Nomor SKEP/14/DEKOPIN-A/III/2012 tanggal
30 Maret 2012 tentang Perubahan Lambang/Logo Gerakan Koperasi Indonesia.
A. Peranan
Koperasi dalam perekonomian indonesia
Peran koperasi dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat
dilihat dari:
(1) Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di
berbagai sektor,
(2) Penyedia lapangan kerja yang terbesar,
(3) Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan
pemberdayaan masyarakat,
(4) Pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta
(5) Sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan
ekspor.
Peran koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sangat strategis
dalam perekonomian nasional, sehingga perlu menjadi fokus pembangunan ekonomi
nasional pada masa mendatang.
Bapak
Koperasi Indonesia
Proklamator, kelahiran Bukittinggi, 12 Agustus 1902, ini
diberi kehormatan sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Pikiran-pikiran Bung Hatta
mengenai koperasi antara lain dituangkan dalam bukunya yang berjudul Membangun
Koperasi dan Koperasi Membangun (1971).
Mohammad Hatta
lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi. Di kota kecil yang indah
inilah Proklamator, Wakil Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1956)Bung
Hatta dibesarkan di lingkungan keluarga ibunya. Ayahnya, Haji Mohammad Djamil,
meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan. Dari ibunya, Hatta memiliki enam
saudara Lihat Daftar Tokoh Perempuanperempuan. Ia adalah anak laki-laki
satu-satunya.
Sejak duduk di MULO di kota Padang, ia telah tertarik pada
pergerakan. Sejak tahun 1916, timbul perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti
Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Gubernur SulawesiMinahasa. dan Jong
Ambon. Hatta masuk ke perkumpulan Jong Sumatranen Bond.
Sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond, ia menyadari
pentingnya arti keuangan bagi hidupnya perkumpulan. Tetapi sumber keuangan baik
dari iuran anggota maupun dari sumbangan luar hanya mungkin lancar kalau para
anggotanya mempunyai rasa tanggung jawab dan disiplin. Rasa tanggung jawab dan
disiplin selanjutnya menjadi ciri khas sifat-sifat Proklamator, Wakil Presiden
Republik Indonesia Pertama (1945-1956)Mohammad Hatta.
Studi di Negeri BelandaPada tahun 1921 Hatta tiba di Negeri
Belanda untuk belajar pada Handels Hoge School di Rotterdam. Ia mendaftar
sebagai anggota Indische Vereniging. Tahun 1922, perkumpulan ini berganti nama
menjadi Indonesische Vereniging. Perkumpulan yang menolak bekerja sama dengan
Belanda itu kemudian berganti nama lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).
Hatta juga mengusahakan agar majalah perkumpulan, Hindia
Poetra, terbit secara teratur sebagai dasar pengikat antaranggota. Pada tahun
1924 majalah ini berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.
Hatta lulus dalam ujian handels economie (ekonomi
perdagangan) pada tahun 1923. Semula dia bermaksud menempuh ujian doctoral di
bidang ilmu ekonomi pada akhir tahun 1925. Karena itu pada tahun 1924 dia
non-aktif dalam PI. Tetapi waktu itu dibuka jurusan baru, yaitu hukum negara
dan hukum administratif. Hatta pun memasuki jurusan itu terdorong oleh minatnya
yang besar di bidang politik.
Perpanjangan rencana studinya itu memungkinkan Hatta
terpilih menjadi Ketua PI pada tanggal 17 Januari 1926. Pada kesempatan itu, ia
mengucapkan pidato inaugurasi yang berjudul "Economische Wereldbouw en
Machtstegenstellingen"--Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan kekuasaan.
Dia mencoba menganalisis struktur ekonomi dunia dan berdasarkan itu, menunjuk
landasan kebijaksanaan non-kooperatif.
Sejak tahun 1926 sampai 1930, berturut-turut Hatta dipilih
menjadi Ketua PI. Di bawah kepemimpinannya, PI berkembang dari perkumpulan
mahasiswa biasa menjadi organisasi politik yang mempengaruhi jalannya politik
rakyat di Indonesia. Sehingga akhirnya diakui oleh Pemufakatan Perhimpunan
Politik Kebangsaan Indonesia (Ketua Umum DPP PPP (1989-1994)PPPI) PI sebagai
pos depan dari pergerakan nasional yang berada di Eropa.
PI melakukan propaganda aktif di luar negeri Belanda. Hampir
setiap kongres intemasional di Eropa dimasukinya, dan menerima perkumpulan ini.
Selama itu, hampir selalu Hatta sendiri yang memimpin delegasi.
Pada tahun 1926, dengan tujuan memperkenalkan nama
"Indonesia", Hatta memimpin delegasi ke Kongres Demokrasi
Intemasional untuk Perdamaian di Bierville, Prancis. Tanpa banyak oposisi,
"Indonesia" secara resmi diakui oleh kongres. Nama
"Indonesia" untuk menyebutkan wilayah Hindia Belanda ketika itu telah
benar-benar dikenal kalangan organisasi-organisasi internasional.
Hatta dan pergerakan nasional Indonesia mendapat pengalaman
penting di Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial, suatu kongres
internasional yang diadakan di Brussels tanggal 10-15 Pebruari 1927. Di kongres
ini Hatta berkenalan dengan pemimpin-pemimpin pergerakan buruh seperti G.
Ledebour dan Edo Fimmen, serta tokoh-tokoh yang kemudian menjadi
negarawan-negarawan di Asia dan Afrika seperti Jawaharlal Nehru (India), Hafiz
Ramadhan Bey (Mesir), dan Senghor (Afrika). Persahabatan pribadinya dengan
Nehru mulai dirintis sejak saat itu.
Pada tahun 1927 itu pula, Hatta dan Nehru diundang untuk
memberikan ceramah bagi "Liga Lihat Daftar Tokoh Perempuanwanita
Internasional untuk Perdamaian dan Kebebasan" di Gland, Swiss. Judul
ceramah Hatta L 'Indonesie et son Probleme de I' Independence (Indonesia dan
Persoalan Kemerdekaan).
Bersama dengan Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan
Abdul Madjid Djojoadiningrat, Hatta dipenjara selama lima setengah bulan. Pada
tanggal 22 Maret 1928, mahkamah pengadilan di Den Haag membebaskan keempatnya
dari segala tuduhan. Dalam sidang yang bersejarah itu, Hatta mengemukakan
pidato pembelaan yang mengagumkan, yang kemudian diterbitkan sebagai brosur
dengan nama "Indonesia Vrij", dan kemudian diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia sebagai buku dengan judul Indonesia Merdeka.
Antara tahun 1930-1931, Hatta memusatkan diri kepada
studinya serta penulisan karangan untuk majalah Daulat Ra'jat dan kadang-kadang
De Socialist. Ia merencanakan untuk mengakhiri studinya pada pertengahan tahun
1932.
Kembali ke Tanah AirPada bulan Juli 1932, Hatta berhasil
menyelesaikan studinya di Negeri Belanda dan sebulan kemudian ia tiba di
Jakarta. Antara akhir tahun 1932 dan 1933, kesibukan utama Hatta adalah menulis
berbagai artikel politik dan ekonomi untuk Daulat Ra'jat dan melakukan berbagai
kegiatan politik, terutama pendidikan kader-kader politik pada Partai Pendidikan
Nasional Indonesia. Prinsip non-kooperasi selalu ditekankan kepada
kader-kadernya.
Reaksi Hatta yang keras terhadap sikap Soekarno sehubungan
dengan penahannya oleh Pemerintah Kolonial Belanda, yang berakhir dengan
pembuangan Soekarno ke Ende, Flores, terlihat pada tulisan-tulisannya di Daulat
Ra'jat, yang berjudul "Soekarno Ditahan" (10 Agustus 1933),
"Tragedi Soekarno" (30 Nopember 1933), dan "Sikap Pemimpin"
(10 Desember 1933).
Pada bulan Pebruari 1934, setelah Soekarno dibuang ke Ende,
Pemerintah Kolonial Belanda mengalihkan perhatiannya kepada Partai Pendidikan
Nasional Indonesia. Para pimpinan Partai Pendidikan Nasional Indonesia ditahan
dan kemudian dibuang ke Boven Digoel. Seluruhnya berjumlah tujuh orang. Dari
kantor Jakarta adalah Proklamator, Wakil Presiden Republik Indonesia Pertama
(1945-1956)Mohammad Hatta, Perdana Menteri RI Pertama (1945-1947)Sutan Syahrir,
dan Bondan. Dari kantor Bandung: Maskun Sumadiredja, Burhanuddin, Soeka, dan
Murwoto. Sebelum ke Digoel, mereka dipenjara selama hampir setahun di penjara
Glodok dan Cipinang, Jakarta. Di penjara Glodok, Hatta menulis buku berjudul
"Krisis Ekonomi dan Kapitalisme".
Masa PembuanganPada bulan Januari 1935, Hatta dan
kawan-kawannya tiba di Tanah Merah, Boven Digoel (Papua). Kepala pemerintahan
di sana, Kapten van Langen, menawarkan dua pilihan: bekerja untuk pemerintahan
kolonial dengan upah 40 sen sehari dengan harapan nanti akan dikirim pulang ke
daerah asal, atau menjadi buangan dengan menerima bahan makanan in natura,
dengan tiada harapan akan dipulangkan ke daerah asal. Hatta menjawab, bila dia
mau bekerja untuk pemerintah kolonial waktu dia masih di Jakarta, pasti telah
menjadi orang besar dengan gaji besar pula. Maka tak perlulah dia ke Tanah
Merah untuk menjadi kuli dengan gaji 40 sen sehari.
Dalam pembuangan, Hatta secara teratur menulis
artikel-artikel untuk surat kabar Pemandangan. Honorariumnya cukup untuk biaya
hidup di Tanah Merah dan dia dapat pula membantu kawan-kawannya. Rumahnya di
Digoel dipenuhi oleh buku-bukunya yang khusus dibawa dari Jakarta sebanyak 16
peti. Dengan demikian, Hatta mempunyai cukup banyak bahan untuk memberikan
pelajaran kepada kawan-kawannya di pembuangan mengenai ilmu ekonomi, sejarah,
dan filsafat. Kumpulan bahan-bahan pelajaran itu di kemudian hari dibukukan
dengan judul-judul antara lain, "Pengantar ke Jalan llmu dan
Pengetahuan" dan "Alam Pikiran Yunani." (empat jilid).
Pada bulan Desember 1935, Kapten Wiarda, pengganti van
Langen, memberitahukan bahwa tempat pembuangan Hatta dan Sjahrir dipindah ke
Bandaneira. Pada Januari 1936 keduanya berangkat ke Bandaneira. Mereka bertemu
Dr. Tjipto Mangunkusumo dan Mr. Iwa Kusumasumantri. Di Bandaneira, Hatta dan
Sjahrir dapat bergaul bebas dengan penduduk setempat dan memberi pelajaran
kepada anak-anak setempat dalam bidang sejarah, tatabuku, politik, dan
lain-Iain.
Pendudukan JepangPada tanggal 3 Pebruari 1942, Hatta dan
Sjahrir dibawa ke Sukabumi. Pada tanggal 9 Maret 1942, Pemerintah Hindia
Belanda menyerah kepada Jepang, dan pada tanggal 22 Maret 1942 Hatta dan
Sjahrir dibawa ke Jakarta.
Pada masa pendudukan Jepang, Hatta diminta untuk bekerja
sama sebagai penasehat. Hatta mengatakan tentang cita-cita bangsa Indonesia
untuk merdeka, dan dia bertanya, apakah Jepang akan menjajah Indonesia? Kepala
pemerintahan harian sementara, Mayor Jenderal Harada. menjawab bahwa Jepang
tidak akan menjajah. Namun Hatta mengetahui, bahwa Kemerdekaan Indonesia dalam
pemahaman Jepang berbeda dengan pengertiannya sendiri. Pengakuan Indonesia
Merdeka oleh Jepang perlu bagi Hatta sebagai senjata terhadap Sekutu kelak.
Bila Jepang yang fasis itu mau mengakui, apakah sekutu yang demokratis tidak
akan mau? Karena itulah maka Jepang selalu didesaknya untuk memberi pengakuan
tersebut, yang baru diperoleh pada bulan September 1944.
Selama masa pendudukan Jepang, Hatta tidak banyak bicara.
Namun pidato yang diucapkan di Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Merdeka) pada
tanggaI 8 Desember 1942 menggemparkan banyak kalangan. Ia mengatakan,
"Indonesia terlepas dari penjajahan imperialisme Belanda. Dan oleh karena
itu ia tak ingin menjadi jajahan kembali. Tua dan muda merasakan ini
setajam-tajamnya. Bagi pemuda Indonesia, ia Iebih suka melihat Indonesia
tenggelam ke dalam lautan daripada mempunyainya sebagai jajahan orang
kembali."
ProklamasiPada awal Agustus 1945, Panitia Penyidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia diganti dengan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia, dengan Soekamo sebagai Ketua dan Proklamator, Wakil
Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1956)Mohammad Hatta sebagai Wakil
Ketua. Anggotanya terdiri dari wakil-wakil daerah di seluruh Indonesia,
sembilan dari Pulau Jawa dan dua belas orang dari luar Pulau Jawa.
Pada tanggal 16 Agustus 1945 malam, Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia mempersiapkan proklamasi dalam rapat di rumah Admiral
Maeda (JI Ulama, Pejuang perang paderiImam Bonjol, sekarang), yang berakhir
pada pukul 03.00 pagi keesokan harinya. Panitia kecil yang terdiri dari 5
orang, yaitu Soekamo, Hatta, Soebardjo, Soekarni, dan Sayuti Malik memisahkan
diri ke suatu ruangan untuk menyusun teks proklamasi kemerdekaan. Soekarno
meminta Hatta menyusun teks proklamasi yang ringkas. Hatta menyarankan agar
Soekarno yang menuliskan kata-kata yang didiktekannya. Setelah pekerjaan itu
selesai. mereka membawanya ke ruang tengah, tempat para anggota lainnya
menanti.
Soekarni mengusulkan agar naskah proklamasi tersebut
ditandatangi oleh dua orang saja, Soekarno dan Mohammad Hatta. Semua yang hadir
menyambut dengan bertepuk tangan riuh.
Tangal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia
diproklamasikan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia,
tepat pada jam 10.00 pagi di Jalan Pengangsaan Timur 56 Jakarta.
Tanggal 18 Agustus 1945, Ir Soekarno diangkat sebagai
Presiden Republik Indonesia dan Drs. Mohammad Hatta diangkat menjadi Wakil
Presiden Republik Indonesia. Soekardjo Wijopranoto mengemukakan bahwa Presiden
dan Wakil Presiden harus merupakan satu dwitunggal.
Mempertahankan KemerdekaanIndonesia harus mempertahankan
kemerdekaannya dari usaha Pemerintah Belanda yang ingin menjajah kembali.
Pemerintah Republik Indonesia pindah dari Jakarta ke Wakil Presiden Republik
Indonesia (1972-1978)Yogyakarta. Dua kali perundingan dengan Belanda
menghasilkan Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Reville, tetapi selalu
berakhir dengan kegagalan akibat kecurangan pihak Belanda.
Untuk mencari dukungan luar negeri, pada Juli I947,
Proklamator, Wakil Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1956)Bung Hatta
pergi ke India menemui Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhi. dengan menyamar sebagai
kopilot bernama Abdullah (Pilot pesawat adalah Biju Patnaik yang kemudian
menjadi Lihat Daftar MenteriMenteri Baja India di masa Pemerintah Perdana Lihat
Daftar MenteriMenteri Morarji Desai). Nehru berjanji, India dapat membantu
Indonesia dengan protes dan resolusi kepada PBB agar Belanda dihukum.
Kesukaran dan ancaman yang dihadapi silih berganti.
September 1948 PKI melakukan pemberontakan. 19 Desember 1948, Belanda kembali
melancarkan agresi kedua. Presiden dan Wapres ditawan dan diasingkan ke Bangka.
Namun perjuangan Rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan terus
berkobar di mana-mana. Panglima Besar Soediman melanjutkan memimpin perjuangan
bersenjata.
Pada tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag, Proklamator,
Wakil Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1956)Bung Hatta yang mengetuai
Delegasi Indonesia dalam Konperensi Meja Bundar untuk menerima pengakuan
kedaulatan Indonesia dari Ratu Juliana.
Bung Hatta juga menjadi Perdana Lihat Daftar MenteriMenteri
waktu Negara Republik Indonesia Serikat berdiri. Selanjutnya setelah RIS
menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bung Hatta kembali menjadi Wakil
Presiden.
Bapak Proklamator, Wakil Presiden Republik Indonesia Pertama
(1945-1956)koperasiSelama menjadi Wakil Presiden, Bung Hatta tetap aktif
memberikan ceramah-ceramah di berbagai lembaga pendidikan tinggi. Dia juga
tetap menulis berbagai karangan dan buku-buku ilmiah di bidang ekonomi dan
Proklamator, Wakil Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1956)koperasi. Dia
juga aktif membimbing gerakan Proklamator, Wakil Presiden Republik Indonesia
Pertama (1945-1956)koperasi untuk melaksanakan cita-cita dalam konsepsi
ekonominya. Tanggal 12 Juli 1951, Bung Hatta mengucapkan pidato radio untuk
menyambut Hari Koperasi di Indonesia. Karena besamya aktivitas Bung Hatta dalam
gerakan koperasi, maka pada tanggal 17 Juli 1953 dia diangkat sebagai Bapak
Koperasi Indonesia pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung. Pikiran-pikiran
Bung Hatta mengenai koperasi antara lain dituangkan dalam bukunya yang berjudul
Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun (1971).
Pada tahun 1955, Bung Hatta mengumumkan bahwa apabila
parlemen dan konsituante pilihan rakyat sudah terbentuk, ia akan mengundurkan
diri sebagai Wakil Presiden. Niatnya untuk mengundurkan diri itu diberitahukannya
melalui sepucuk surat kepada ketua Perlemen, Mr. Sartono. Tembusan surat
dikirimkan kepada Proklamator, Presiden Republik Indonesia Pertama
(1945-1966)Presiden Soekarno. Setelah Konstituante dibuka secara resmi oleh
Presiden, Wakil Presiden Hatta mengemukakan kepada Ketua Parlemen bahwa pada
tanggal l Desember 1956 ia akan meletakkan jabatannya sebagai Wakil Lihat
Daftar Presiden Republik IndonesiaPresiden RI. Proklamator, Presiden Republik
Indonesia Pertama (1945-1966)Presiden Soekarno berusaha mencegahnya, tetapi
Bung Hatta tetap pada pendiriannya.
Pada tangal 27 Nopember 1956, ia memperoleh gelar kehormatan
akademis yaitu Doctor Honoris Causa dalam ilmu hukum dari Universitas Gajah
Mada di Yoyakarta. Pada kesempatan itu, Bung Hatta mengucapkan pidato
pengukuhan yang berjudul "Lampau dan Datang".
Sesudah Bung Hatta meletakkan jabatannya sebagai Wakil Lihat
Daftar Presiden Republik IndonesiaPresiden RI, beberapa gelar akademis juga
diperolehnya dari berbagai perguruan tinggi. Universitas Padjadjaran di Bandung
mengukuhkan Bung Hatta sebagai guru besar dalam ilmu politik perekonomian.
Universitas Hasanuddin di Raja Gowa ke-16, dinobatkan pada tahun 1653Ujung
Pandang memberikan gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang Ekonomi. Universitas
Indonesia memberikan gelar Doctor Honoris Causa di bidang ilmu hukum. Pidato
pengukuhan Bung Hatta berjudul "Menuju Negara Hukum".
Pada tahun 1960 Bung Hatta menulis "Demokrasi
Kita" dalam majalah Pandji Masyarakat. Sebuah tulisan yang terkenal karena
menonjolkan pandangan dan pikiran Bung Hatta mengenai perkembangan demokrasi di
Indonesia waktu itu.
Dalam masa pemerintahan Presiden Republik Indonesia Kedua
(1966-1988)Orde Baru, Bung Hatta lebih merupakan negarawan sesepuh bagi
bangsanya daripada seorang politikus.
Hatta menikah dengan Rahmi Rachim pada tanggal l8 Nopember
1945 di desa Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Mereka mempunyai tiga orang putri,
yaitu Meutia Farida, Gemala Rabi'ah, dan Halida Nuriah. Dua orang putrinya yang
tertua telah menikah. Yang pertama dengan Dr. Sri-Edi Swasono dan yang kedua
dengan Drs. Mohammad Chalil Baridjambek. Hatta sempat menyaksikan kelahiran dua
cucunya, yaitu Sri Juwita Hanum Swasono dan Mohamad Athar Baridjambek.
Pada tanggal 15 Agustus 1972, Presiden Republik Indonesia
Kedua (1966-1988)Presiden Soeharto menyampaikan kepada Bung Hatta anugerah
negara berupa Tanda Kehormatan tertinggi "Bintang Republik Indonesia Kelas
I" pada suatu upacara kenegaraan di Istana Negara. Bung Hatta, Proklamator
Kemerdekaan dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, wafat pada tanggal
14 Maret 1980 di Rumah Sakit Dr Tjipto Mangunkusumo, Jakarta, pada usia 77
tahun dan dikebumikan di TPU Tanah Kusir pada tanggal 15 Maret 1980
http://syadiashare.com/pengertian-sejarah-lambang-gerakan-koperasi.html