Pendahuluan
Indonesia adalah Negara yang memiliki kebhinekaan yang sangat
banyak. Indonesia terdiri dari berbagai suku dan budaya yang sangat melimpah. Banyak
sekali budaya/adat istiadat yang sampai sekarang masih dan akan tetap
dilestarikan oleh masyarakat Indonesia. Karena budaya/adat istiadat suatu
daerah mencerminkan ciri khas yang dimiliki oleh suatu daerah tersebut.
Adat Istiadat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah tata kelakuan yg kekal dan turun-temurun dari generasi satu ke generasi
lain sbg warisan sehingga kuat integrasinya dng pola perilaku masyarakat,jadi
secara singkat bahwa adata istiadat adalah kebiasaan yang sudah turun temurun
dilakukan.
Maka dari itu kita sebagai generasi penerus bangsa harus
melestarikan dan menjunjung tinggi adat istiadat dari setiap daerah kita
masing-masing. Saya sebagai anak keturunan minang disini saya akan membahas
perkawinan adat minang.
Teori
Dalam
tiap masyarakat dengan susunan kekerabatan bagaimanapun, perkawinan memerlukan
penyesuaian dalam banyak hal. Perkawinan menimbulkan hubungan baru tidak saja
antara pribadi yang bersangkutan, antara marapulai dan anak dara tetapi juga
antara kedua keluarga. Latar belakang antara kedua keluarga bisa sangat berbeda
baik asal-usul, kebiasaan hidup, pendidikan, tingkat sosial, tatakrama, bahasa
dan lain sebagainya. Karena itu syarat utama yang harus dipenuhi dalam
perkawinan, kesediaan dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dari masing-masing
pihak. Pengenalan dan pendekatan untuk dapat mengenal watak masing-masing
pribadi dan keluarganya penting sekali untuk memperoleh keserasian atau
keharmonisan dalam pergaulan antara keluarga kelak kemudian.
Perkawinan
juga menuntut suatu tanggungjawab, antaranya menyangkut nafkah lahir dan batin,
jaminan hidup dan tanggungjawab pendidikan anak-anak yang akan dilahirkan.
Berpilin duanya antara adat dan agama Islam di Minangkabau membawa konsekwensi
sendiri. Baik ketentuan adat, maupun ketentuan agama dalam mengatur hidup dan
kehidupan masyarakat Minang, tidak dapat diabaikan khususnya dalam pelaksanaan
perkawinan.
Kedua
aturan itu harus dipelajari dan dilaksanakan dengan cara serasi, seiring dan
sejalan. Pelanggaran apalagi pendobrakan terhadap salah satu ketentuan adat
maupun ketentuan agama Islam dalam masalah perkawinan, akan membawa konsekwensi
yang pahit sepanjang hayat dan bahkan berkelanjutan dengan keturunan. Hukuman
yang dijatuhkan masyarakat adat dan agama, walau tak pernah diundangkan sangat
berat dan kadangkala jauh lebih berat dari pada hukuman yang dijatuhkan
Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negara. Hukuman itu tidak kentara dalam
bentuk pengucilan dan pengasingan dari pergaulan masyarakat Minang. Karena itu
dalam perkawinan orang Minang selalu berusaha memenuhi semua syarat perkawinan
yang lazim di Minangkabau. Syarat-syarat itu menurut Fiony Sukmasari dalam
bukunya Perkawinan Adat Minangkabau adalah sebagai berikut : Kedua calon
mempelai harus beragama Islam.
*
Kedua calon mempelai tidak sedarah atau tidak berasal dari suku yang sama,
kecuali pesukuan itu berasal dari nagari atau luhak yang lain.
*
Kedua calon mempelai dapat saling menghormati dan menghargai orang tua dan
keluarga kedua belah pihak.
*
Calon suami (marapulai) harus sudah mempunyai sumber penghasilan untuk dapat
menjamin kehidupan keluarganya.
Perkawinan
yang dilakukan tanpa memenuhi semua syarat diatas dianggap perkawinan sumbang,
atau perkawinan yang tidak memenuhi syarat menurut adat Minang. Selain dari itu
masih ada tatakrama dan upacara adat dan ketentuan agama Islam yang harus
dipenuhi seperti tatakrama jopuik manjopuik, pinang meminang, batuka tando,
akad nikah, baralek gadang, jalang manjalang dan sebagainya. Tatakrama dan
upacara adat perkawinan inipun tak mungkin diremehkan karena semua orang Minang
menganggap bahwa “Perkawinan itu sesuatu yang agung”, yang kini diyakini hanya
“sekali” seumur hidup. (Sumber : Adat Minangkabau, Pola & Tujuan Hidup
Orang Minang)
Adapun
tata cara adat perkawinan di mingkabau,
antara lain :
1.
MARESEK
Maresek
merupakan penjajakan pertama sebagai permulaan dari rangkaian tata-cara
pelaksanaan pernikahan. Sesuai dengan sistem kekerabatan di Minangkabau yaitu
matrilineal, pihak keluarga wanita mendatangi pihak keluarga pria. Lazimnya
pihak keluarga yang datang membawa buah tangan berupa kue atau buah-buahan.
Pada awalnya beberapa wanita yang berpengalaman diutus untuk mencari tahu
apakah pemuda yang dituju berminat untuk menikah dan cocok dengan si gadis.
Prosesi bisa berlangsung beberapa kali perundingan sampai tercapai sebuah
kesepakatan dari kedua belah pihak keluarga.
2.
MAMINANG/BATIMBANG TANDO (BERTUKAR TANDA)
Keluarga
calon mempelai wanita mendatangi keluarga calon mempelai pria untuk meminang.
Bila pinangan diterima, maka akan berlanjut ke proses bertukar tanda sebagai
simbol pengikat perjanjian dan tidak dapat diputuskan secara sepihak. Acara ini
melibatkan orangtua, ninik mamak dan para sesepuh dari kedua belah pihak.
Rombongan keluarga calon mempelai wanita datang membawa sirih pinang lengkap
disusun dalam carano atau kampia (tas yang terbuat dari daun pandan) yang
disuguhkan untuk dicicipi keluarga pihak pria. Selain itu juga membawa antaran
kue-kue dan buah-buahan. Menyuguhkan sirih di awal pertemuan mengandung makna
dan harapan. Bila ada kekurangan atau kejanggalan tidak akan menjadi gunjingan,
serta hal-hal yang manis dalam pertemuan akan melekat dan diingat selamanya.
Kemudian dilanjutkan dengan acara batimbang tando/batuka tando (bertukar
tanda). Benda-benda yang dipertukarkan biasanya benda-benda pusaka seperti
keris, kain adat, atau benda lain yang bernilai sejarah bagi keluarga.
Selanjutnya berembuk soal tata cara penjemputan calon mempelai pria.
3.
MAHANTA SIRIAH/MINTA IZIN
Calon
mempelai pria mengabarkan dan mohon doa restu tentang rencana pernikahan kepada
mamak-mamak-nya, saudara-saudara ayahnya, kakak-kakaknya yang telah berkeluarga
dan para sesepuh yang dihormati. Hal yang sama dilakukan oleh calon mempelai
wanita, diwakili oleh kerabat wanita yang sudah berkeluarga dengan cara
mengantar sirih. Calon mempelai pria membawa selapah yang berisi daun nipah dan
tembakau (sekarang digantikan dengan rokok). Sementara bagi keluarga calon
mempelai wanita, untuk ritual ini mereka akan menyertakan sirih lengkap. Ritual
ini ditujukan untuk memberitahukan dan mohon doa untuk rencana pernikahannya.
Biasanya keluarga yang didatangi akan memberikan bantuan untuk ikut memikul
beban dan biaya pernikahan sesuai kemampuan.
4.
BABAKO-BABAKI
Pihak
keluarga dari ayah calon mempelai wanita (disebut bako) ingin memperlihatkan
kasih sayangnya dengan ikut memikul biaya sesuai kemampuan. Acara ini biasanya
berlangsung beberapa hari sebelum acara akad nikah. Mereka datang membawa
berbagai macam antaran. Perlengkapan yang disertakan biasanya berupa sirih
lengkap (sebagai kepala adat), nasi kuning singgang ayam (makanan adat),
barang-barang yang diperlukan calon mempelai wanita (seperangkat busana,
perhiasan emas, lauk-pauk baik yang sudah dimasak maupun yang masih mentah,
kue-kue dan sebagainya). Sesuai tradisi, calon mempelai wanita dijemput untuk
dibawa ke rumah keluarga ayahnya. Kemudian para tetua memberi nasihat. Keesokan
harinya, calon mempelai wanita diarak kembali ke rumahnya diiringi keluarga
pihak ayah dengan membawa berbagai macam barang bantuan tadi.
5.
MALAM BAINAI
Bainai
berarti melekatkan tumbukan halus daun pacar merah atau daun inai ke kuku-kuku
calon pengantin wanita. Lazimnya berlangsung malam hari sebelum akad nikah.
Tradisi ini sebagai ungkapan kasih sayang dan doa restu dari para sesepuh
keluarga mempelai wanita. Perlengkapan lain yang digunakan antara lain air yang
berisi keharuman tujuh macam kembang, daun iani tumbuk, payung kuning, kain
jajakan kuning, kain simpai, dan kursi untuk calon mempelai. Calon mempelai
wanita dengan baju tokah dan bersunting rendah dibawa keluar dari kamar diapit
kawan sebayanya. Acara mandi-mandi secara simbolik dengan memercikkan air harum
tujuh jenis kembang oleh para sesepuh dan kedua orang tua. Selanjutnya,
kuku-kuku calon memp
elai
wanita diberi inai.
6.
MANJAPUIK MARAPULAI
Ini
adalah acara adat yang paling penting dalam seluruh rangkaian acara perkawinan
menurut adat Minangkabau. Calon pengantin pria dijemput dan dibawa ke rumah
calon pengantin wanita untuk melangsungkan akad nikah. Prosesi ini juga dibarengi
pemberian gelar pusaka kepada calon mempelai pria sebagai tanda sudah dewasa.
Lazimnya pihak keluarga calon pengantin wanita harus membawa sirih lengkap
dalam cerana yang menandakan kehadiran mereka yang penuh tata krama (beradat),
pakaian pengantin pria lengkap, nasi kuning singgang ayam, lauk-pauk, kue-kue
serta buah-buahan. Untuk daerah pesisir Sumatra Barat biasanya juga menyertakan
payung kuning, tombak, pedang serta uang jemputan atau uang hilang. Rombongan
utusan dari keluarga calon mempelai wanita menjemput calon mempelai pria sambil
membawa perlengkapan. Setelah prosesi sambah-mayambah dan mengutarakan maksud
kedatangan, barang-barang diserahkan. Calon pengantin pria beserta rombongan
diarak menuju kediaman calon mempelai wanita.
7.
PENYAMBUTAN DI RUMAH ANAK DARO
Tradisi
menyambut kedatangan calon mempelai pria di rumah calon mempelai wanita
lazimnya merupakan momen meriah dan besar. Diiringi bunyi musik tradisional
khas Minang yakni talempong dan gandang tabuk, serta barisan Gelombang Adat
timbal balik yang terdiri dari pemuda-pemuda berpakaian silat, serta disambut
para dara berpakaian adat yang menyuguhkan sirih. Sirih dalam carano adat
lengkap, payung kuning keemasan, beras kuning, kain jajakan putih merupakan
perlengkapan yang biasanya digunakan. Keluarga mempelai wanita memayungi calon
mempelai pria disambut dengan tari Gelombang Adat Timbal Balik. Berikutnya,
barisan dara menyambut rombongan dengan persembahan sirih lengkap. Para sesepuh
wanita menaburi calon pengantin pria dengan beras kuning. Sebelum memasuki
pintu rumah, kaki calon mempelai pria diperciki air sebagai lambang mensucikan,
lalu berjalan menapaki kain putih menuju ke tempat berlangsungnya akad.
8.
TRADISI USAI AKAD NIKAH
Ada
lima acara adat Minang yang lazim dilaksanakan setelah akad nikah. Yaitu
memulang tanda, mengumumkan gelar pengantin pria, mengadu kening, mengeruk nasi
kuning dan bermain coki.
·
Mamulangkan Tando
Setelah
resmi sebagai suami istri, maka tanda yang diberikan sebagai ikatan janji
sewaktu lamaran dikembalikan oleh kedua belah pihak.
·
Malewakan Gala Marapulai
Mengumumkan
gelar untuk pengantin pria. Gelar ini sebagai tanda kehormatan dan kedewasaan
yang disandang mempelai pria. Lazimnya diumumkan langsung oleh ninik mamak
kaumnya.
·
Balantuang Kaniang atau Mengadu Kening
Pasangan
mempelai dipimpin oleh para sesepuh wanita menyentuhkan kening mereka satu sama
lain. Kedua mempelai didudukkan saling berhadapan dan wajah keduanya dipisahkan
dengan sebuah kipas, lalu kipas diturunkan secara perlahan. Setelah itu kening
pengantin akan saling bersentuhan.
·
Mangaruak Nasi Kuniang
Prosesi
ini mengisyaratkan hubungan kerjasama antara suami isri harus selalu saling
menahan diri dan melengkapi. Ritual diawali dengan kedua pengantin berebut
mengambil daging ayam yang tersembunyi di dalam nasi kuning.
·
Bamain Coki
Coki
adalah permaian tradisional Ranah Minang. Yakni semacam permainan catur yang
dilakukan oleh dua orang, papan permainan menyerupai halma. Permainan ini
bermakna agar kedua mempelai bisa saling meluluhkan kekakuan dan egonya
masing-masing agar tercipta kemesraan.
Analisis
Arti dari pernikahan
disini adalah bersatunya dua insane dengan jenis berbeda
yaitu laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan
dengan perjanjian atau akad.
Apapun Adat yang di
ikuti sebuah pernikahan adalah hal yang sakral yang wajib dilakukan oleh setiap
manusia. Baik Sumatera Barat, Jawa Tengah , Jawa Barat, Jawa Timur , Sulawesi
ataupun Papua setiap daerah pasti memiliki adat istiadat masing” dan wajib di
lestarikan.
Referensi :